Proses Perubahan Ruang yang terjadi di Masyarakat
====================================================================
Manusia sebagai makhluk individu sekaligus mahluk sosial, dalam kaseharian kehidupannya selalu melakukan interaksi baik dengan sesama manusia muapun lingkungan dimana manusia itu tinggal. Karena itu manusia memerlukan suatu sistem places (tempat- tempat tertentu) hal ini untuk mendukung masing-masing aktifitasnya, karena suatu aktifitas memerlukan tempat atau dilaksanakan pada suatu tempat tertentu, hal ini berarti bahwa manusia dalam mengembangkan kehidupan dan budayanya masih terdapat ketidakstabilan. Kebutuhan itu timbul karena adanya kesadaran orang terhadap suatu tempat yang lebih luas dari pada hanya sekedar masalah fisik saja (Zahnd, 1999).
Selalu terjadi proses pencarian
keseimbangan antara manusia dengan lingkungannya. Sebagai hasil dari proses tersebut,
selalu terjadi perubahan ruang (Levy-Leboyer, 1982:143)
Faktor menyebab terjadinya
perubahan ruang , diantaranya adalah :
> Karakter
individu pengguna ruang
> Karakter
masyarakat penghuni ruang
> Faktor
teknologi yang terkait langsung dengan bentukan arsitektural.
> Dst.
Proses Perubahan Ruang
Melalui Tahapan berikut :
a. Privatism Process
Privatism
process adalah bergabung dengan suatu kelompok tertentu dan
merubah identitas pribadi menjadi identitas kelompok, akan membuat individu
merasa ‘stabil’. Dari sinilah dimulailah proses untuk menghindarkan diri dari
keterlibatan pada masalah/urusan diluar kehidupan pribadinya (privatism)
( Nan Ellin,1997:32)
Menyebut privatization
process sebagai suatu proses yang melibatkan pencarian stabilitas dalam
suatu kondisi yang tidak stabil dan mengkhawatirkan, tanpa bisa menemukan petunjuk sbg pegangan. Hal
itu memotivasi manusia untuk melakukan proses pengelompokan (clustering
process) ( Jerome
Binde, 1997:33)
b. Clustering Process
Suatu kelompok
adalah hasil dari Clustering Process, artinya bahwa: Proses yang
dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat yang memiliki banyak persamaan sebagai
hasil dari seleksi habitat, selanjutnya mereka memilih lingkungan untuk tempat
berhuni dengan kwalitas khusus yang sesuai dengan karakter mereka, menjadi
suatu ‘kantung permukiman’. Banyaknya
‘kantung permukiman’ menggambarkan adanya ‘kesatuan’ pada satu sisi, dan ‘pemisahan’
pada sisi yang lain (Rapoport, 1977:248)
c. Inclusion-Exclusion Process
I-EP menyebabkan adanya ‘batas’ dan menekankan
pada ‘identitas sosial’ sehingga membagi ‘kota’ menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok masyarakat yang punya kesamaan sifat (homogeneity) dan kelompok masyarakat yang mempunyai perbedaan sifat (diversity)
( Rapoport, 1977:248)
Keinginan untuk berkelompok,
membuat terjadinya teritori yang dikontrol oleh kelompok tersebut. Hubungan
sosial merupakan kunci terjadinya ‘ruang eksklusif’ suatu kelompok masyarakat.
Ruang bersama ini selalu terjadi dari proses evolusi yang lama ( Smith, 1990:1)
I-EP yang
menyebabkan terjadinya ruang eksklusif, tak bisa dilepaskan dari hubungan erat
manusia dan lingkungannya. Aturan implisit sistem dalam I-EP menyebabkan satu
kelompok merasa lebih berkuasa dari kelompok yang lain, sehingga mempunyai
power untuk menekan kelompok yang lain (Sibley, 1995:XI)
d. Categorization Process
Categorization
Process sebagai suatu proses penggolongan ruang, dimana
tatanannya informal, tidak perlu stabil, dapat saja berupa penggolongan
sementara, serta tidak terikat oleh peraturan yang formal. Pada saat manusia
mengelompokkan diri dalam suatu kelompok, mereka memilah-milah ruang mana yang
sesuai bagi mereka (Marcus & Cameron, 2002:43)
e. Classification Process
Sekelompok
manusia yang tergabung dalam suatu kelompok tertentu, memilih tatanan yang
bagaimana, yang sesuai dengan ruang
& lingkungan mereka. Penggunaan berbagai macam kategori dan tatanan hidup, adalah
bagian dari proses klasifikasi. Categorization process dan classification
process adalah dua hal yang saling berurutan dan berkaitan satu sama lainnya (
Marcus & Cameron, 2002:43)
f. Labeling Process
Pemberian nama
pada ruang (lingkungan) yang sudah mereka pilih untuk tempat hidup, serta telah
ditentukan jenis tatanan yang sesuai dalam classification process sebelumnya.
Ini untuk mempermudah mereka mengingat fungsi ruangnya. Proses
peng-kategorisasi-an dan peng-klasifikasi-an sangat mempengaruhi proses pe-label-an
ruang. Hasil dari proses ini adalah terciptanya ‘ruang yg dibatasi’ (boundaries) dan
‘kelompok ruang’ (cluster). Ruang dengan kategori yang sama akan membentuk ‘kelompok ruang’,
sedangkan ruang dengan kategori berbeda akan berdiri sendiri-sendiri menjadi
‘ruang yang terbatasi’ ( Marcus & Cameron, 2002:45)
g. Bordering Process
Sekelompok
manusia memberi batas bagi ruang yang satu dengan ruang yang lain, untuk
mempermudah memperjelas fungsi ruang masing-masing. Menyimpulkan adanya
dorongan moral yang kuat (moral panic) yang membuat ‘batas’ menjadi
fokus perhatian suatu kelompok masyarakat. Pembuatan ‘batas’ (secara simbolik
ataupun fisik) merupakan cerminan ekspresi ketakutan suatu kelompok thd
kelompok yg lain ( Sibley, 1995:45)
Kebutuhan manusia
untuk mengontrol akses menuju ke ruang yang dikuasainya dan kemudian
menciptakan ruang yang terpagari. ( Smith, 1990:1 )
h. Mediating Power Process
Pembatasan ruang
berdampak pada terbentuknya ruang eksklusif dan inklusif., yang merefleksikan
adanya pembagian kekuasaan dalam masyarakat. Selain itu juga menimbulkan
penegasan penguasaan ruang berdasarkan power atau kemampuan pembentuknya yang
tercermin dalam ruang tersebut. ‘Tempat’ (place) adalah perwujudan dari
kekuasaan dalam arsitektur Kekuasaan dalam masyarakat ada 2 konsep : ( Kim
Dovey, 1999:10)
·
Kekuasaan untuk
(power to), sebagai suatu bentuk kemampuan.
·
Kekuasaan
terhadap (power over) sebagai suatu bentuk hubungan antara manusia yang
satu dengan yang lainnya.
i. Marking Process / Identity Expression Process
Ruang menjadi
alat mengekspresikan diri sekelompok manusia. Selanjutnya mereka membuat
ruangnya lebih mudah dikenal agar mereka bisa lebih exist di lingkungannya. (
Altman, 1980:137)
Proses
pembentukan teritori diawali dengan marking process – personalization proces
– identityt expression process. Teritori
pada akhirnya sering diberi ‘tanda’ tertentu oleh pemiliknya dan memamerkan
kehadiran pemilik atau penguasa teritori tersebut. Proses personalisasi
digunakan untuk merepresentasikan adanya perbedaan antar individu pemilik
teritori dan pada kelompok masyarakat yang mana individu tersebut bergabung.
Proses pengekspresian identitas merupakan proses yang menekankan pada
pengelolaan identitas untuk merepresentasikan hubungan antara individu dengan
kelompoknya atau dengan lingkungan sosialnya. Fungsi utama dari proses
personalisasi dan pemberian ‘tanda’ pada ruang/tempat adalah untuk menegaskan
bahwa seseorang telah menguasai ruang tersebut (Altman, 1980:143)
j. Polarization Process
Pengelompokan
ruang oleh sekelompok manusia dengan beragam tingkat kekuasaan yang
dimilikinya, seringkali menimbulkan kesenjangan dan ketidakadilan antar
kelompok masyarakat yang hidup berdampingan. (Report, 2001:33)
Kondisi
‘ketidakadilan’ selalu menyebabkan fenomena yang telah tersebar di seluruh
dunia sebagai ‘polarisasi’.
Terdapat 4 aspek
pada proses ini yang dicerminkan oleh fisik ruang kota, yaitu :
- Naiknya
jumlah orang miskin
- Melebarnya
jurang pemisah finansial antara si kaya dan si miskin
- Makin
banyaknya pemisahan kelas berdasarkan ekonomi
- Makin
tajamnya perbedaan si kaya dan si miskin dalam berbagai bidang
Utamanya pada
pemisah-misahan area permukiman kota yang polanya disebut quartering. Suatu
enclave, merupakan bentuk tipikal
dari pola quartering. (Habitat, 2001:34)
k. Quartering Process
Merupakan proses
terbentuknya pola permukiman kota berdasarkan proses olarisasi yang telah
terjadi sebelumnya. Kelompok-kelompok hunian yang termarjinalkan, yang kalah
power dari kelompok hunian yang lain, selalu berusaha untuk menyeimbangkan
diri. ( HABITAT , 2001)
l. Environmental Change Process
Kaum termarjinalkan, selalu
berusaha meningkatkan tatanan hidupnya, yang seimbang bagi kehidupan seluruh
penghuni lingkungannya berdasarkan sumber daya yang mereka miliki. ECP terkait
dengan proses ‘dinamika ruang’ yaitu suatu tatanan lingkungan
(individu/keluarga/kelompok/masyarakat) selalu berupaya menyesuaikan kebutuhan
mereka dengan potensi (sumber daya) yang dimiliki lingkungan tsb. Untuk
mencapai itu, harus melalui suatu proses yang ‘fleksibel’ dan ‘dinamis’.
Keseimbangan suatu lingkungan selalu berubah. Pembahasan tentang ‘keseimbangan
ruang’ ini untuk menegaskan bahwa ruang adalah suatu bentuk yang cenderung
tidak stabil. Jika lingkungan dikaitkan dengan ‘perilaku sosial’ maka
lingkungan dibaca sebagai ‘ruang’. Tapi jika lingkungan dikaitkan dengan
‘perilaku individu’ maka lingkungan dibaca sebagai ‘teritori’. ( Levy-Leboyer,
1982:121-144)
======================================= Kesimpulan Teori :
Secara garis besar, dari kajian pustaka
yang telah dilakukan dapat disimpulkan rentetan proses yang terjadi yaitu di
awali oleh keinginan sekelompok orang untuk bergabung dengan kelompok tertentu
-
Privatism process – karena mencari kondisi yang stabil
sebagai pegangan hidupnya - privatization process – (Ellin,
1997). Ini membuat mereka melakukan proses pengelompokan - Clustering
Process – (Rapoport, 1977; Altman, 1980) – sehingga menghasilkan
ruang inklusif dan eksklusif - Inclusion-Exclusion Process -(Rapoport,
1977; Smith, 1990; Sibley, 1995). Dalam melakukan pengelompokkan, mereka
memilah-milah ruang mana yang sesuai bagi mereka - Categorization Process
– dan kemudian menentukan tatanan yang sesuai bagi ruang tersebut - Classification
Process - ( Marcus & Cameron, 2002:43). Setelah itu, memberi nama
ruang yang di tata - Labeling Process - ( Marcus & Cameron,
2002:45) – agar lebih mudah ingat fungsinya. Sehingga dipasangnya batas bagi
ruang yang satu dengan lainnya, awalnya untuk memperjelas fungsi tersebut - Bordering
Process - (Smith, 1990; Sibley, 1995; Marcus & Cameron, 2002).
Pembatasan ruang tidak hanya membentuk ruang eksklusif dan inklusif, tetapi
juga menegaskan penguasaan ruang berdasarkan kekuasaan / kemampuan pembentuknya
yang tercermin dalam ruang tersebut - Mediating
Power Process - ( Kim Dovey, 1999:10). Akhirnya ruang menjdi salah satu
alat untuk mengekspresikan diri kelompok orang tersebut. Mereka kemudian
membuat ruangnya menjadi lebih mudah dikenal - marking process
– personalization proces – identityt expression process -(Altman,
1980:143) – sehingga membuat mereka exist dalam lingkungannya. Ini
cenderung memunculkan kondisi yang tidak adil antara kelompok masyarakat yang
satu terhadap kelompok masyarakat yang lain - Polarization Process
- sehingga terbentuklah – enclave – quartering process (UNHCS,
2001). Enclaves yang umumnya berupa kelompok hunian tersebut tidak
berhenti berproses. Ia tetap berproses mencapai tatanan yang lebih baik, yang
seimbang bagi kehidupan penghuninya dan sumber daya yang mereka miliki - Environmental
Change Process – (Altman, 1980).
abiezm
abiezm
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar