Sabtu, 29 September 2012

Kota dengan Permasalahannya



DAMPAK PERDAGANGAN BEBAS
TERHADAP WAJAH KOTA DAN MASYARAKAT PINGGIRAN  
DI INDONESIA


Abstrak

                Perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/FTA) ASEAN – China mulai diberlakukan per 1 Januari 2010. Dengan diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ini maka mulai tahun 2010 perjanjian perdagangan bebas antara Negara-negara di ASEAN dengan China diberlakukan. Pokok dari perjanjian tersebut adalah masing-masing negara akan menurunkan tarif bea masuk barang dan jasa dari negara-negara yang terlibat perjanjian menjadi nol persen dengan tahapan-tahapan yang disepakati. Tentu saja hal ini akan menimbulkan dampak positif dan negatif bagi indonesia. 

                       Asosiasi Pengusaha Indonesia menyatakan, pada 2010, banyak industri manufaktur tutup dan jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan bakal mencapai 7,5 juta. Itu berarti, angka penganggur terbuka yang saat ini sekitar 8,9 juta akan membengkak menjadi 17,8 juta orang. Disamping berdampak terhadap perkembangan ekonomi di indonesia, pemberlakuan perdagangan bebas juga sedikit banyak akan mempengaruhi sektor pembangunan, hal ini semakin terlihat jelas banyaknya lahan pertanian ataupun hutan yang berubah menjadi kawasan permukiman, industri, perdagangan,  jasa,  dan lain sebagainya. Tidak hanya itu wajah kotapun ikut berubah di karenakan tuntutan penyedian ruang dan fasilitas guna menunjang kinerja para pelaku usaha. 

                         Kebutuhan akan ruang yang mempunyai fleksibelitas tinggi akan membentuk suatu bangunan yang cenderung pasif dan bersifat komersial, hal ini tentu saja berdampak pada keseragaman wajah kota di indonesia. Tuntutan perdagangan bebas juga berdampak pada terciptanya persaingan antar kota maupun antar negara, mereka berlomba-lomba menciptakan sebuah kota yang kondusif guna menarik para investor asing untuk menanamkan modal di daerah mereka. Tentu saja hal ini akan melahirkan program-program pemerintah yang mendukung terciptanya infrastruktur kota yang mampu menjawab tantangan tersebut. Program-program yang mereka canangkan seperti program mempercantik kota, secara tidak langsung akan berdampak pada pembersihan lahan-lahan kumuh yang ad di pinggiran kota, yang kemudian di ubah menjadi lahan-lahan industri, perdagangan dan jasa.

Keyword : Perdagangan Bebas,  Wajah Kota , Permukiman Kumuh.




"Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi yang mengacu penjualan produk antar negara tanpa pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya."



                    Perdagangan bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah) dalam perdagangan antar individual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara yang berbeda. Perdagangan Internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua hambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam kenyataannya, perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan besar.

                   Tuntutan perdagangan bebas tidak terlepas dari adanya Modernisasi yang menggila pada abad 21 telah meluluhlantahkan siapa jati diri bangsa Indonesia ini sebenarnya.World is flat? Seluruh wajah wilayah di negeri ini berubah menjadi bentuk kota-kota yang seragam. Hans Dieter Evers 1973 (dalam Taliziduhu Ndraha, 1990:5) mengatakan bahwa modernisasi adalah proses penerapan ilmu pengetahuan yang meliputi semua segi kehidupan manusia pada tingkat yang berbeda-beda, pertama di dunia Barat, kemudian berbaur dalam dunia lainnya melalui berbagai cara dan kelompok dengan tujuan utama untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik dan lebih nyaman dalam arti seluasluasnya, sepanjang dapat diterima oleh masyarakat yang bersangkutan. 

                 Perdagangan bebas sebenarnya juga berkembang dari budaya masyarakat lokal itu sendiri. Bagaimana kemampuan masyarakat di dalamnya dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki, dan kemampuan mengubahnya. Kondisi yang berbeda inilah yang akan membedakan antara bangsa Indonesia dengan bangsa yang lain melalui ciri khas yang dimilikinya.  Akibat dari diberlakukannya perdagangan bebas, berpengaruh juga pada bangunan kota-kota di Indonesia dengan bentuk bangunan tinggi vertikal ke atas yang tidak berjati diri. Serba polos, tunggal rupa, dan memiliki aksen yang kaku. Hal ini terjadi karena teknologi yang tinggi menganut dari sistem peradaban budaya barat. 

                  Hal positif yang dapat kita ambil, dari perkembangan arsitektur saat ini adalah menunjukkan bagaimana peradaban budaya kita semakin berkembang, dan maju, tetapi semakin lama semakin kehilangan jati diri sebagai bangsa yang berbudaya serta memiliki kekayaan arsitektur nusantara yang sangat beragam. Dampak Perdagangan bebas juga banyak melahirkan kaum-kaum materialistis yang hanya berfikir bagaimana cara memperkaya diri sendiri tanpa sedikitpun melihat kepada rakyat miskin yang menjadi korban keserakahan mereka.

                  Dampak dari perdagangan bebas juga menghantui permukiman penduduk yang berada di pinggiran kota, mereka dianggap merusak citra kota yang akan di bentuk. Program pemerintah untuk mempercantik kota serta menjadikan kotanya sebagai pusat perdagangan internasional juga mau tidak mau harus mengorbankan pihak-pihak yang dianggap dapat mengganggu  suksesnya program yang mereka buat. Permukiman kumuh yang ada di pinggiran kota merupakan salah satu wujud nyata yang harus di hancurkan guna merubah lahan mereka menjadi lahan komersil yang dapat menguntungkan bagi mereka.





Jalan Keluar

1. Konsep pembangunan harus benar-benar memperhatikan nilai-nilai modal sosial dapat dikatakan sebagai roh nya dari pembangunan yang berkelanjutan, artinya pembangunan berkelanjutan yang baik harus mengedepankan faktor partisipasi publik secara aktif dan hal ini dapat diperoleh dengan cara memahami apa yang menjadi kebutuhan masyarakat tersebut dan bukan kepentingan golongan tertentu;

2. Modal sosial yang berkembang di masyarakat harus didukung/didorong dan ditumbuh kembangkan oleh pembuat kebijakan, karena dengan tumbuh dan berkembangnya modal sosial ini, Pemerintah Daerah tidak akan pernah menemukan lagi permasalahan yang berhubungan dengan kondisi lingkungan di daerah permukiman tertentu.
3. Terbentuknya komunitas yang saling bahu-membahu dalam menyelesaikan permasalahan yang ada merupakan suatu wujud nyata dari tumbuh kembangnya partisipasi sosial dalam masyarakat yang tentu saja akan membawa dampak positif bagi keberlangsungan hidup orang banyak.






Kamis, 27 September 2012

Mesjid Jami Sungai Banar Amuntai


Mesjid Keramat; Saksi Bisu Cikal Bakal Berdirinya Kota Amuntai


             
         Masjid Jami Sungai Banar adalah salah satu masjid tertua di Kalimantan Selatan yang terletak di tepi Sungai Negara, sekitar 3 km dari Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara, tepatnya di desa Jarang Kuantan, kecamatan Amuntai Selatan.

                  Masjid pertama di Amuntai ini berdiri pada tahun 1804 Masehi (1218 Hijriyah dalam penanggalan Islam). Terdokumentasi dalam catatan pahatan pada bedug yang masih dimanfaatkan. Dikisahkan, sejumlah warga Amuntai yang sedang berguru kepada Waliyullah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari di Martapura, menerima saran dari Syekh agar dibangun sebuah masjid di wilayah Amuntai. Kebetulan saat itu memang belum ada masjid. Selain itu Sang Wali juga memberikan sebuah Kitab Suci Al Qur'an tulisan tangan. 

           Bak gayung bersambut, saran itupun disambut hangat warga Amuntai. Secara bersama, masyarakat mempersiapkan pembangunan masjid, seperti batu-batu, kayu, sirap, dll. Hingga kini, bahan baku masjid seperti kayu ulin, tiang, balok, papan dan sirap masih dapat disaksikan di sekitar masjid. Lokasi pertama yang dipilih sekitar 500 meter dari lokasi masjid yang sekarang.











                  Bangunan asli masjid berukuran 25 x 20 meter. Berbentuk mirip Rumah Adat Banjar (panggung), memakai tiang dan bertingkat. Bahan-bahan rangka, lantai dan dinding papan dari kayu ulin dengan bagian atap dari sirap yang tinggi. Ketika itu belum dibuat menara.








                      Mimbar khotbah merupakan wakaf pribadi H. Mahmud (tokoh masyarakat setempat) yang ukirannya dikerjakan 2 orang ahli ukir pada masa itu, yaitu Buha dan Thahir. Mimbar itu terbuat dari kayu ulin, berukuran 3,8 meter x 1 meter dengan total tinggi 4,5 meter terdiri dari badan 2 meter dan menara 2,5 meter.






                         Bagi masyarakat Amuntai, para ulama besar itu selain dikenal dengan kedalaman ilmunya, juga karena karomahnya. Cerita seputar keramat para ulama itu masih dipercaya hingga kini. Diantaranya cerita karomah Tuan Guru H. Abdul Hamid yang tubuhnya terangkat seperti terbang saat sedang itikaf di bulan Ramadhan. Terlebih lagi, saat perang kemerdekaan masjid ini pernah dijadikan semacam markas untuk mengatur strategi perang. Ketika itu, sekelompok orang yang dijuluki Pasukan Gaib dikenal memiliki ilmu daya linuwih yang mampu mengalahkan musuh berkekuatan besar. Penjajah bahkan tidak pernah bisa mengenali atau mendeteksi kehadiran mereka. Sepintas mereka layaknya santri biasa, mengaji Kitab Kuning. Padahal mereka juga digembleng ilmu-ilmu kadigjayaan agar siap menjadi Pasukan Gaib. 

                             Dikisahkan, suatu ketika Pasukan Gaib yang dipimpin Mat’ali bersama wakilnya Itar dan sekitar 70 orang berniat menyerang markas Belanda. Sebelum berangkat mereka mengambil kain putih yang biasa dipakai Khatib Jumat. Mereka lalu menyobek kain itu menjadi dua. Sebuah diikatkan did kepala, yang lain diikatkan di pinggang. Sedangkan tongkat Khatib dijadikan tiang bendera pasukan sekaligus juga tombak. Mereka pun menyerbu sarang musuh dan memperoleh kemenangan mutlak tanpa ada korban dipihak Pasukan Gaib. Sebagian musuh kabur ke daerah lain. Kisah ini sangat terkenal, terutama menyangkut kekuatan gaib yang dimiliki pasukan itu. Tetapi sayangnya, Misteri tidak berhasil melacak jejak ilmu kadigjayaan Pasukan Gaib (Ghost Soldiers).








                     Dalam pada itu, Misteri mendengar pula beberapa kisah lain yang tergolong unik seputar masjid yang juga merupakan cagar budaya ini. Pada zaman dulu, apabila terjadi pertikaian antar suku, maka mereka melakukan pembicaraan damai di masjid ini. Sebagaimana diungkapkan Ruben, warga suku Dayak Kenyah yang tinggal di wilayah Muara Kate, Tabalong. Menurutnya, cerita seputar karomah masjid itu didapatnya dari orang-orang tua dulu. Dia menceritakan, pernah ada pertikaan warga. Maka di antara mereka yang bertikai itu kemudian mengambil inisiatif untuk mengadakan perjanjian damai di Masjid Jami. Padahal lokasi pertikaan itu sendiri jauh dari wilayah Amuntai. 

                    Terkadang yang bertikai pun berlainan keyakinan dengan ulama. Ketika itu ulama-ulama besar memiliki kharisma yang diyakini mampu mengakhiri pertikaian. Konon mereka yang bertikai itu melakukan perdamaian di dekat salah satu tiang masjid. Hingga kini, ada sebagian orang yang mengeramatkan tiang perdamaian tersebut. Misteri terkejut juga mendengarnya. Tapi begitulah sebuah kisah tutur turun-temurun yang masih hidup. Uniknya lagi, tiang yang dikeramatkan itupun tidak semua orang mengetahuinya.










                               Keyakinan sebagian orang terhadap karomah masjid ini, setidaknya dibuktikan sejumlah mahasiswa IAIN Banjarmasin yang melakukan penelitian seputar maksud tujuan orang berkunjung atau berziarah ke Masjid Jami. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata peziarah datang dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan ada juga dari Negara tetangga.

                                 Banyak di antara peziarah yang datang bermaksud melakukan tirakat untuk suatu hajat tertentu. Pada saat tirakat mereka biasanya juga bernazar, apabila hajatnya terkabul maka akan datang lagi untuk menunaikan nazarnya. Lalu hajat apa yang paling sering dilakukan? Kisah ini Misteri dapatkan dari pria asal Martapura. Kebetulan pria ini seorang spiritualis yang biasa mendengar kisah-kisah legenda atau kegaiban di wilayah Kalsel















                         Menurutnya, ada kepercayaan di masyarakat bahwa kalau mau pergi haji, datanglah ke Masjid Jami. Maksudnya adalah, apabila seseorang berkeinginan beribadah haji ke Makkah, tetapi kekurangan atau bahkan tidak ada dana yang mencukupi, maka mereka datang ke Masjid Jami untuk melakukan tirakat.

                            Di masjid itu, mereka lantas beribadah memohon sambil menangis kepada Tuhan agar keinginannya dapat terlaksana. Mereka juga berpuasa dan berzikir. Syukurlah, banyak di antara mereka yang terkabul hajatnya. Tetapi dia mengingatkan, meski kisah ini tergolong aneh, tidak berarti orang-orang yang berkeinginan kuat pergi haji tapi kurang modal lantas datang ke Masjid Jami.










                         Masjid itu kan rumah Tuhan. Maka sering-seringlah beribadah di masjid. Jangan hanya Jumat atau Maghrib saja,” demikian katanya. Menurutnya, apabila seseorang sudah terbiasa beribadah di masjid (yang nota bene adalah ‘Rumah Tuhan’), Allah SWT pasti akan meridhoi hambaNya untuk beribadah di Masjidil Haram.”

                     Jadi sering-seringlah ibadah di masjid berjamaah dengan sesama Muslim lainnya. Insya Allah, mereka yang ikhlas melakukan akan berkesempatan ibadah di dekat Rumah Tuhan (Ka’Bah) di Mekkah.

                   Namun tidak semua yang tirakat di Masjid Jami berhajat naik haji. Ada di antara mereka yang ingin mendapat jodoh, usahanya laris, dll. Semua itu merupakan hal wajar dan sah-sah saja. Beribadah di masjid secara berjamaah terasa afdhol dan lebih cepat terkabulnya hajat daripada ibadah di rumah secara sendiri-sendiri.
Selain tempat ibadah juga pernah dipergunakan para pejuang kemerdekaan RI untuk menyusun strategi melawan penjajah Belanda, masjid ini sudah masuk dalam daftar cagarbudaya dan banyak di kunjungi orang untuk berziarah.






Arsitektur Tradisional Banjar


"GENGSI "...!!! Sebuah Pemikiran yang Menghancurkan Arsitektur Tradisional Banjar




              Sejak tahun 1930-an orang-orang Banjar hampir tidak pernah lagi membangun rumah tempat tinggal mereka dengan bentuk rumah ba-anjung. Masalah biaya pembangunan rumah dan masalah areal tanah serta masalah model nampaknya telah menjadi pertimbangan yang membuat para penduduk tidak mau membangun lagi rumah-rumah mereka dengan bentuk rumah ba-anjung.

              Banyak rumah ba-anjung yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya sekarang dirombak dan diganti dengan bangunan-bangunan bercorak modern sesuai selera zaman. Tidak jarang dijumpai di Kalimantan Selatan si pemilik rumah ba-anjung justru tinggal di rumah baru yang (didirikan kemudian) bentuknya sudah mengikuti mode sekarang.

               Apabila sekarang ini di daerah Kalimantan Selatan ada rumah-rumah penduduk yang memiliki gaya rumah adat ba-anjung, maka dapatlah dipastikan bangunan tersebut didirikan jauh sebelum tahun 1930.

               Untuk daerah Kalimantan Selatan masih dapat dijumpai beberapa rumah adat Banjar yang sudah sangat tua umurnya seperti di Desa Sungai Jingah, Kampung Melayu Laut di Melayu, Banjarmasin Tengah, Banjarmasin, Desa Teluk Selong Ulu, Maratapura, Banjar, Desa Dalam Pagar), Desa Tibung, Desa Gambah (Kandangan), Desa Birayang (Barabai), dan di Negara.

                Masing-masing rumah adat tersebut sudah dalam kondisi yang amat sangat memprihatinkan, banyak bagian-bagian rumah tersebut yang sudah rusak parah, seperti halnya rumah tradisional banjar yang terdapat di daerah Sungai Jingah.







































                Ada informasi yang beredar bahwa, pemerintah daerah setempat sudah mengusahakan subsidi buat perawatan bangunan-bangunan tersebut. Namun tidak jarang anggota keluarga pemilik rumah menolak subsidi tersebut karena alasan-alasan tertentu, seperti malu atau gengsi. Karena merasa dianggap tidak mampu merawat rumahnya sendiri, terlepas dari benar tidaknya informasi tersebut, dalam hal ini pemerintah harus pro-aktif memberikan penyuluhan tentang pentingnya pelestarian bangunan tradisional.

                Bagaimanapun keadaan rumah-rumah tersebut, dari sisa-sisa yang masih bisa dijumpai seperti gambar di atas dapat dibayangkan bagaimana artistiknya bangunan tersebut yang penuh dengan berbagai bentuk dan ornamen menarik.





Hubungi Kami



Apabila anda memiliki pertanyaan dan atau ingin memperoleh informasi lebih lanjut mengenai layanan Mafaz Interior, silahkan hubungi kami.


Office & Workshop

Address :Jl. Sersan Marjuki, Rt.006/03, Pekayon                                Jaya, Bekasi Selatan, Jawa Barat, Indonesia

Phone / WA : +62 822 5080 6030
                          +62 896 2549 2533

Email :Mafaz.Interior@gmail.com 

Web Site         :Mafazinterior.blogspot.com