Kamis, 03 November 2011

Syahrini dan Arsitektur Tradisional Indonesia


------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Kang ingaran urip mono mung jumbuhing badan wadaq lan batine,
  pepindhane wadhah lan isine….
  Jeneng wadhah yen tanpa isi,
  Olah dene arane wadhah,
  Tanpa Tanya tan ana pigunane.
  Semono uga isi tanpa wadhah,
  Yekti barang mokal…….
  Tumrap urip kang utama tertamtu ambutuhake wadhah la isi,
  Kang utama karo-karone”
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yang disebut hidup (sejati) tak lain adalah leburnya tubuh jasmani dengan batinnya,
ibarat bejana dan isinya……
Biar bejana tetapi bila tanpa isi, sia-sia disebut bejana,
Tidak semestinya dan tidak berguna,
Demikian juga isi tanpa bejana,
Sungguh hal yang mustahil….
Demi hidup yang baik tentulah dibutuhkan bejana dan isi,
Sebaiknyalah kedua-duanya.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------


Arsitektur Tradisional……???    

Perkataan ‘tradisi’, sebenarnya berasal dari bahasa latin “trado – transdo, yang berarti ‘sampaikanlah kepada yang lain. Kalau kita menengok pada arsitektur tradisional, kekaguman kita sampai sekarang tidak pernah habisnya. Kepiawaian arsitektur tradisional menghadirkan ruang yang penuh makna dengan bentukannya yang jujur, selalu menarik untuk dipahami. 



Bentuk bangunan tradisional merefleksikan bagaimana caranya membangun yang dapat dipelajari secara visual oleh setiap orang. Arsitekur tradisional mampu menempatkan dirinya sebagai bagian dari kehidupan.  Belajar dari rumah-rumah tradisional yang mampu memberikan pelajaran-pelajaran ruang, bentuk dan struktur yang menyatu dan jujur. Rumah-rumah rakyat di pedalaman, seperti rumah Honai di Irian Jaya, Rumah Perahu di Kalimantan seringkali kita jumpai sebagai karya anonim yang dibangun oleh masyarakat setempat dengan kemampuan akan konstruksi dan bahan yang dipelajari secara turun temurun dan didapat dari lokasi setempat.




Hasil karya ‘rakyat’ ini merefleksikan sebuah masyarakat yang akrab dengan alamnya, kepercayaannya, dan norma-normanya dengan bijaksana. Bentuk, proporsi, dan dekorasinya merupakan simbol-simbol yang berarti. Mereka tidak meletakkan tujuan untuk suatu keindahan tetapi menciptakan ruang dengan prinsip-prinsip kehidupan menghadirkan bentuk struktur yang telah teruji oleh alam.



Apa hubungan Syahrini dengan Arsitektur tradisional…???

Penyanyi wanita yang memabukkan ribuan penggemarnya tidak hanya dengan lagunya yang (justru) biasa saja, tapi banyak berita tentang dirinya yang menampilkan jati diri apa adanya  tanpa ditutupi.  Syahrini adalah Syahrini, bukan wanita desa yang ngoyo menjadi diva; dia tetap gadis Sukabumi yang telah menjadi bagian dari industri hiburan kita dengan tetap mempertahankan latar belakangnya yang religius, ramah, pemalu bahkan terkadang sedikit ‘ndeso’ dengan logat sundanya yang mengiris hati banyak lelaki.

Bukankah justru itu yang digilai penggemarnya? Ketika dia menjawab pertanyaan wartawan dengan kalimat takzim mengucap syukur dan bahasa Indonesia halus yang agak ajaib tata bahasanya, seketika itu juga semua orang mengulang-ulangnya.
Di sinilah kehebatan Syahrini. Dengan nilai-nilai yang dipercayanya, dia menjadi dirinya sendiri.  Dia menarik penggemarnya dengan berbagai cara yang kadang aneh tapi terlihat apa adanya. Digemari bukan karena dangdut, pop, atau sinetron yang menguras air mata. Syahrini disukai karena dia adalah Syahrini. 
Banyak bangunan yang secara teori dan keilimuan benar, tapi terasa ada yang kurang saat kita berada di dalamnya. Bangunan yang tidak berjiwa, hilang di tengah gegap gempita jaman, tidak beridentitas dan dengan mudah terlupakan. ‘Sing bener durung mesti pener” 
Publik terbiasa menilai sebuah karya arsitektur sebagai tampilan 3D (atau bahkan 2D) semata. hanya indah, keren, dramatis dan indah memikat hati. tapi jarang yang menggunakan emosi dan pengalaman untuk menilainya. jarang yang merasakan arsitektur. Hampir tidak pernah ada yang peduli bagaimana sebuah bangunan ‘bekerja’. Padahal sebuah karya arsitektur yang baik tidak hanya harus seksi, tapi dia juga harus pintar dan berjiwa. Seperti halnya shahrini...........................




[ Sunan Kalijaga ]
[ Mangunwijaya ]
[ Ary indra ]
AbieZM